Sebelumnya saya pernah nulis saat pembangunan Makam Pahlawan Kab. Tangerang sedang berlangsung. Seperti yang saya tulis di situ, Karena adanya pemekaran di wilayah Tangerang, menjadi Tangerang Kodya dan Tangerang Selatan, maka Kabupaten Tangerang tidak memiliki Makam Pahlawan lagi.
Dipilihnya Makam Arya Wangsakara dan area pemakaman lainnya sebagai makam pahlawan Kab. Tangerang bukan tanpa alasan, justru karena Arya Wangsakara adalah salah seorang pendiri Tangerang dan karena letak lokasinya juga yang cukup strategis di desa Lengkong Kyai – Pagedangan, bersebelahan dengan Perumahan Bumi Serpong Damai.
Di atas lahan seluas kurang lebih 3.5 hektar , Taman Makam Pahlawan ini sudah diresmikan oleh Bupati Kab. Tangerang. Sebelumnya, luas lahan TMP Aria Wangsakara hanya sekitar 2 hektar. Kini sudah ditambah sekitar seluas 1.5 hektar, sehingga luasnya menjadi 3,5 hektar ke arah barat.
Ketika saya berkunjung beberapa hari lalu ke lokasi ini, sudah tampak Makam Pahlawan Kyai Arya Wangsakara yang sudah selesai di pugar dan berada dalam gedung yang megah yang terletak agak di atas perbukitan.
Turun sedikit menyusuri tangga dari makam Arya Wangsakara, tampak menjulang tugu yang dan tiang bendera, dan lapangan dengan lantai keramik.
Sayangnya saya tidak menemukan jawaban yang pasti ketika saya bertanya kepada salah seorang penduduk yang sedang berada di situ untuk menanyakan apa arti / filosofi tugu ini.
Di sebelah kiri lapangan ada ruang perkantoran TMP, dan di sebelah kirinya ada pendopo tempat melakukan berbagai kegiatan. Beberapa waktu lalu, juga pernah diadakan kegiatan pameran lukisan kaligrafi di sini.
Menurut teman saya Awab dan beberapa teman yang saya temui sedang berkumpul di pendopo, nantinya akan ada museum yang menceritakan sejarah Arya Wangsakara dan pahlawan Tangerang lainnya yang menceritakan kiprah dan perjuanganya dalam pengembangan dan penyebaran agama Islam di Tangerang .
Selesai berkunjung ke Taman Makam Pahlawan, sambil saya berkunjung ke rumah family lainnya, saya singgah sejenak di rumah almarhum Ustadz saya yaitu Ustad Daud yang rumahnya sekarang dijadikan cagar budaya.
Dipilihnya rumah ini sebagai cagar budaya, karena rumah inilah yang masih mempertahankan keasliannya.
Mulai dari bentuk atap, jendela, daun pintu, juga lantainya yang berwarna merah bata.
Melihat rumah ini, saya jadi teringat masa kecil, masih banyak rumah sejenis ini di Lengkong.
Senang sekali rasanya pemerintah Kab. Tangerang masih menjadikan dan mempertahankan Desa Lengkong Kulon ini sebagai daerah cagar budaya.
O…begitu ceritanya yaa Bu Seno, makasih utk informasi ini yaa Bu Seno
Sama2 Mbak Della..terimakasih juga kunjungannya 🙂
kalau di dalam taman, makam jadi nggak angker yah
malah enak jadi tempat maen dan foto2 hehehe
mba, bagus dan bersih juga yaa makamnya
Iya Non..mungkin krn masih baru, eh tapi ya mudah2an bersih selalu 🙂
horeee. Akhirnya ku bisa masuk lagi nih Mbak..walaupun lewat pop upblocked.
makamnya yang mana Mbak?yang ada kubahnya ya? ya bener…kalau di dalamtaman jadinya tidak seram ya…
Koq aneh ya mesti lewat pop up blocker hihi.. udah di off popup blockernya ??
Makamnya yg atas, iya yg ada kubahnya.. gak serem kalau siang2, tp kalau malam gak janji ah 🙂
wah mulai keranjingan jelajah kuburan nih kayak mbak Olive Bendon hahaha
Hahhaa..sbtulnya dr dulu demen ke kuburan, cuma lbh parah Olive demennya dan punya waktu banyaknya
rumah dulu itu kayaknya enak ya..ademmm gitu
iya,adem dan lbh elegan,ah ini mah kata orang jadul ye haha
Pingback: Kebanjiran Enggak ? | Jejak Langkah